Hindari Gagal Panen Petani Angkut Air dengan Truk

Untuk menghindari gagal panen, Petani mengangkut air dengan menggunakan truk terbuka. Trik unik mengairi sawah dengan menggunakan truk untuk menghindari gagal panen ini sedang marak di bagian timur kabupaten Pati, Jawa Tengah.

Keresahan para petani akibat lahan pertaniannya dilanda kekeringan dan terancam gagal panen, memunculkan ide unik untuk mengangkut air dengan menggunakan truk. Bahkan, ide ini kemudian menjadi salah satu peluang bisnis dadakan yang menggiurkan.

Truk yang digunakan untuk mengangkut air terlebih dahulu dimodifikasi dengan memberikan alas terpal dari plastik sehingga air yang diangkut tidak bocor. Bak truk pun diperkuat dengan beberapa palang kayu, terutama di bagian atas dan belakang, agar bak truk yang terbuat dari kayu itu mampu menahan tekanan air.

Truk Angkut Air

Truk pengangkut air dengan beberapa modifikasi seperti pemsangan terpal palstil dan pompa air

Tidak hanya itu, masing-masing truk juga dilengkapi dengan pompa air kecil yang diletakkan di bagian depan ataupun di belakang. Pompa air ini digunakan untuk menyedot air dalam bak truk dan mengalirkan air ke sawah petani yang menggunakan jasa pengangkutan air ini.

Mengangkut Air dengan Truk. Proses pengangkutan air untuk mengairi sawah dengan menggunakan truk terbuka ini diawali dengan mengambil air tawar dari sungai dan beberapa anak sungainya. Di titik-titik tertentu telah tersedia jasa pengisian truk dengan air yang umumnya dikelola oleh penduduk sekitar. Untuk memenuhi satu truk, dikenai biaya antara Rp.10.000 hingga Rp. 15.000.

Truk angkut air

Proses pengisian truk dengan air dari anak sungai Juwana

Setelah truk terisi penuh, sopir truk akan mengantarkan air menuju sawah petani yang memesan air. Dengan menggunakan pompa air yang telah terpasang di badan truk air dialirkan menuju sawah pemesan. Jika sawah terletak cukup jauh dari jalan tempat truk parkir, pompa air akan disambung dengan menggunakan selang terpal yang panjang. Biaya untuk untuk sekali angkut biasanya ditentukan berdasarkan jauh dekatnya lokasi dari sumber air yang bervariasi antara Rp. 80.000 hingga Rp. 190.000.

Di tengah-tengah keputusasaan petani akan ancaman gagal panen akibat kekeringan, ‘sistem irigasi’ unik mengangkut air ini banyak diminati. Di sepajang alur sungai Juwana di wilayah kecamatan Jakenan saja sedikitnya terdapat 4 titik pengambilan air. Truk yang melayani jasa pengangkutan air pun mencapai hingga puluhan truk. Sedangkan dari satu titik pengisian saja, mampu melayani hingga lima ratusan truk dalam seharinya.

Truk angkut air

Truk sedang diisi air dan sejumlah truk yang menunggu giliran

Sayangnya, ‘sistem irigasi’ unik ini berdampak pada rusaknya sejumlah jalan yang dilalui. Dengan kapasitas truk yang mampu mengangkut hingga 8000 liter air dalam sekali angkut membuat banyak jalan yang terancam rusak. Apalagi tidak sedikit air yang diangkut kemudian tercecer di jalan karena berbeda dengan truk tangki, bagian atas truk ini tetap terbuka. Tingkat kekuatan jalan, kwalitas aspal, bercampur dengan genangan air serta intensitas lalu lalang yang tinggi mengakibatkan sejumlah jalan rusak parah.

Belum lagi biaya besar yang harus dikeluarkan oleh petani mengairi sawahnya. Kesemua itu tidak akan terjadi seandainya pertanian kita mempunyai sistem irigasi yang benar, atau pihak Penyuluh Pertanian (Dinas Pertanian dan Peternakan) dapat memberikan sosialisasi tentang awal musim tanam kepada petani. Padahal, peringatan Hari Air Sedunia 2012 ini mengangkat tema Ketahanan Air dan Pangan, nyatanya, petani harus menggunakan ‘jurus mabuk’ untuk hindari gagal panen akibat kekeringan air.

Baca artikel tentang lingkungan hidup dan Indonesia lainnya:

Tentang alamendah

Panggil saja saya Alamendah, tinggal di Pati, Jawa Tengah, Indonesia. Seorang biasa yang ingin berbagi dengan sobat.
Pos ini dipublikasikan di kerusakan alam dan tag , , , , , , , , . Tandai permalink.

26 Balasan ke Hindari Gagal Panen Petani Angkut Air dengan Truk

  1. sabar berkata:

    mencoba berkomentar untuk yg kesekian..setelah gagal terussss….salam sobat, sy sering berkunjung kesini secara gaib ^__^..kenapa…karena komentar gagal maning…gagal maning….tapi ini semoga sukses…

  2. barkatlangit berkata:

    dilema buat negeri yang terkenal gemah ripah loh jinawi ini, kondisi di atas terasa jadi ironi tanpa penyelesaian,

  3. Lidya berkata:

    miris sekali ya, seharusnya petani ini mendapat bantuan air

  4. kips berkata:

    Kasihan bgt ya, hal yang kurang efektif dan kurang efisien jg mesti ditempuh demi secercah harapan “dapat panen dengan semestinya”. Semoga ada solusi lain yang lebih baik untuk dapat mengarahkan air dari sumbernya.

  5. di tempat lain air dihambur-hambur kan…..sementara disana, padahal mereka sangat membutuhkan untuk kelangsungan hidup dan untuk menyambung nyawa mereka, air sangat mahal dan juga jarang…..

  6. kasian ya.. seharus nya ada bantuan tuh !!

  7. Ari Wahyudi berkata:

    Entahlah mas, jangankan pembangunan infrastruktur irigasi, Jalan berlubang di tengah kota aja masih nggak diperhatikan pemerintah kok.. Itulah kenapa saya nggak pernah ikhlas kalo bayar pajak (lho?) hehe..

  8. prih berkata:

    Terkesima Mas, selama ini kita gratis tuk fotosintesis (air, CO2 maupun cahaya matahari) dan sekarang ada biaya tuk air. Ada juga bertanam padi model SRI yang hemat air. Ijin copy info dan gambar tuk PBM ya Mas. salam

  9. silvi berkata:

    sungguh kasian para petani harus mengalami kerugian dalam bertanam dan bercocok .
    sebagai petani harus pintar dan penuh berpikir dalam mengalami kerugian agar kedepannya tidak merugikan lagi .

  10. dediyuliadi berkata:

    petani tak kenal menyerah demi memenuhi kebutuhan hidupnya… semangat terus…

  11. dira berkata:

    Masyarakat memang survive, bisa mengatasi masalah mereka sendiri, dengan atau tanpa bantuan Pemerintah.

  12. Pradna berkata:

    wuih…beneran lg nyadar, kang Alamendah yang terkenal ini tinggal di Pati #takjub
    Ha mbok aku diimel alamat tinggale di Pati, kang. Ben suk nak bali Pati iso sowan 🙂

  13. Nisa berkata:

    semoga segera didapatkan solusinya 😦

  14. kaget berkata:

    Ditempat saya dulu irigasi menjadi idola, waktu kecil masih ingat sering mandi di irigasi2 kecil. Sekarang kondisinya tak terawat, musim panas sebentar saja sudah kekeringan. Sepertinya pemerintah lebih menggalakkan impor ketimbang angkat cangkul sendiri 😦

Tulis Komentar Sobat

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.