Muncak Pertama Muncak Terakhir

Ini adalah muncak pertama sekaligus muncak terakhir bagiku. Sebuah kalimat yang keluar dari mulut mungil Mumun yang selalu terngiang di telingaku. Muncak pertama, iya. Pendakian di Puncak Abiyoso cewek capai puncakGunung Muria ini merupakan muncak pertama baginya. Tetapi muncak terakhir?.

Sebagaimana telah saya ceritakan dalam postingan terdahulu, Malam Satu Sura Di Puncak Abiyoso, pendakian kami telah sampailah di puncak Abiyoso. Salah satu puncak di gunung Muria Jawa Tengah. Puas rasanya bisa menjejakkan kaki di tempat yang indah dan nyaris terhindar dari ulah tangan-tangan manusia yang menyebabkan kerusakan alam. Kondisi alami dan asri yang mungkin tidak akan mampu bertahan lama mengingat keserakan manusia dalam mengeksplorasi alam secara berlebihan Bahkan oleh para pecinta alam sekalipun yang sering meninggalkan sampah plastik sembarangan.

Namun rasa bangga dan puas tersebut sedikit ternoda kecemasan tatkala Mumun menyatakan kegiatan di alam bebas ini sebagai pendakian pertama yang sekaligus terakhir baginya. Ada dua kemungkinan bagiku.

Pertama, kalimat tersebut terlahir dari kesadaran akan kondisi dan keadaan dirinya Mumun yang sekarang telah kelas III di salah satu Madrasah Aliyah (setingkat SMA) di Winong akan segera berkutat dengan Ujian Nasional. Dan setelah lulus, mungkin akan segera merantau ke luar daerah dan sibuk dengan pekerjaannya. Atau setelah lulus akan segera menikah dan sibuk mengurusi suami dan anaknya. Lho, kok?. Ya, bisa jadi. Wajah seimut Mumun di daerah pedesaan biasanya memang cepat ‘laku’. Masih sekolah saja sudah banhyak yang mengenakan cincin pertunangan.

Kedua, kalimat muncak pertama sekaligus terakhir tersebut lahir dari alam bawah sadarnya. Ini yang membuatku merinding.

Namun aku mencoba untuk menyingkirkan semua pikiran tidak baik tersebut dari dalam hatiku. Untung aku teringat seorang rekan yang pernah ke puncak Abiyoso, menceritakan tentang sebuah air terjun kecil yang terdapat sekitar 500 meter di sebelah barat laut makam Eyang Abiyoso. Tepat di tengah-tengah hutan.

Setelah selesai membantu mendirikan tenda, saya mengajak beberapa teman untuk menemukan air terjun tersebut. Dan setelah berjalan berkelok melalui jalan setapak di tengah hutan perawan, sampailah kami di air terjun tersebut. Entah air terjun apa namanya, mungkin saja belum ada yang memebrikan nama. Yang pasti air terjun setinggi 5 meter tersebut memang sangat indah dan asri. Tenang jauh berbeda dengan komplek makam Eyang Abiyoso yang dipenuhi para peziarah. Hati inipun ikut merasakan damai.

Ketika kami baru mencapai tempat, segerombolan burung tampak asyik bercengkerama. Melihat kedatangan kami, sontak mereka kabur dan bersembunyi ke dalam rerimbunan pepohonan yang berada di sekeliling air terjun Abiyoso tersebut.

Sorry, ngeganggu, Burung!. Teriak Margo, temanku, “Tetapi sekarang giliran burung saya yang mau mandi. Amit, ya?.

Namun perasaan cemas kembali datang ketika saya tiba di komplek makam Eyang Abiyoso dan mendapati Mumun tengah asyik bercanda dengan beberapa teman saya. Saya segera menghampiri Acing sembari menggandeng Margo. Kami bertiga berjalan agak menjauh mengikuti jalur pendakian menuju puncak Natas Angin. Kepada kedua teman saya ini saya menceritakan segala yang kudengar dan khawatirkan sehubungan dengan keberadaan si mungil imut, Mumun.

Mereka berdua adalah sahabat yang kerap pergi muncak bersama saya. Lebih tua usianya di banding saya. Juga mempunyai pengalaman dan pemahaman spiritual di atas rata-rata teman saya yang lain. Mereka pun memahami kekhawatiran yang ada di dalam hatiku. Menurut mereka, alam bebas merupakan alam raya yang luas dan penuh misteri. Manusia hanyalah makhluk kecil yang berada tepat di tengah-tengahnya. Karenanya segala tindakan termasuk di dalamnya ucapan haruslah hati-hati agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.

Untuk mengantisipasi segala kemungkinan kami bertiga sepakat untuk merahasiakan kekhawatiran saya (yang telah menjadi kekhawatiran kami bertiga) dan mengadakan penjagaan bergantian sepanjang malam hingga esoknya ketika kami kembali turun ke desa Rahtawu di kaki puncak Abiyoso.

Saya memilih berjaga paling awal, pada sepertiga malam yang pertama. Udara belum terlalu dingin dan masih banyak teman-teman yang terjaga yang bisa diajak ngobrol. Untungnya ada teman yang sempat mengumpulkan ranting-ranting kecil sehingga bisa kami sulut menjadi api unggun di depan tenda.

Ketika kami tengah asyik mengobrol, tiba-tiba terdengar keributan di dalam tenda putri. Acing yang kebetulan tiduran di depan tenda tersebut langsung menghambur ke dalam tenda. Sayapun segera meloncat mengikuti. Dan ternyata memang benar apa yang kucemaskan. Mumun terbaring dengan nafas tersengal-sengal di kelilingi oleh beberapa teman perempuannya dan Acing.

(Maaf) bersambung…

Baca juga:

Anda dapat melihat daftar seluruh tulisan di: Daftar catatan

avatar Tidak diketahui

About alamendah

Panggil saja saya Alamendah, tinggal di Pati, Jawa Tengah, Indonesia. Seorang biasa yang ingin berbagi dengan sobat.
Pos ini dipublikasikan di ekspedisi, hobi, kegiatan alam bebas, muria, Sahabat dan tag , , , , , , , , , , , , . Tandai permalink.

69 Responses to Muncak Pertama Muncak Terakhir

  1. avatar Mus Mus berkata:

    He he he! Burungnya ikut mandi.

  2. avatar Penjaga Madrasah Penjaga Madrasah berkata:

    Ha ha ha ha ha ha ………………
    Harusnya kalau ada kecurigaan itu yang bersangkutan segera diperingatkan dan segera diajak untuk perbaikan to Pak. Untung gak dibawa kabur.

  3. avatar Ayam Cinta Ayam Cinta berkata:

    waduh apa yang terjadi dengan mumun?
    ko bersambung mas…. sequelnya kapan nech?
    hehehehe

  4. avatar Mus Mus berkata:

    Nongol lagi, nyari ayam jago.

  5. avatar mbakpita mbakpita berkata:

    wah tulisannya bikin penasaran..dech
    ditunggu lanjutannya..

    • avatar alamendah alamendah berkata:

      @Mus: he.. he..

      @Penjaga Madrasah: Kita mau ngomomng takutnya malah bikin panik dan ngerusak suasana. Kan cuman firasat yang tidak bisa dibuktikan secara inpiris (boso ndi neh, kuwi?)

      @Ayam Cinta: Sekuelnya secepatnya…

      @mbakpita: asal tidak mati penasaran aja!

  6. avatar Pencerah Pencerah berkata:

    Kutunggu juga lanjutannya.
    Teringat 3 tahun lalu dipuncak Lawu

  7. avatar dasir dasir berkata:

    Absen keenam..
    Mumun ngigau ya mas ato ngompol?Buruan ganti popoknya..kwakwakwakwakakak

  8. avatar dasir dasir berkata:

    Yah ketujuh..ndakpapayangpentingmasuksepuluhbesarkutunggusambungannya..

  9. avatar Pak Wandi WANDI thok berkata:

    Wong lagi tekan puncak pertama wis puncak terakhir mas. Kok gampang temen menyerah? 🙄 Berarti sedhiluk banget nuh 😀 Mang menit ranganti 🙄 (imao)

  10. avatar aisha aisha berkata:

    hah? ada pa dengan mumun bro?btw thanks kunjungannya ya..saya juga sering berkunjung ke gunung muria.

    • avatar alamendah alamendah berkata:

      @Pencerah: wah… ternyata punya pengalaman juga dengan muncak, ya?

      @dasir: Mau yang keenam, ketujuh ataupun ketujuh belas tetap komeng, kok namanya!
      makasih telah mampir dan ninggalin komeng

      @WANDI thok: huaha.. ha.. ha..

      @aisha: kebetulan sekali…
      tungguin aja kelanjutannya

  11. avatar sakurata sakurata berkata:

    Ditunggu kelanjutannya.
    Btw, itu burung jangan2 nyari tempat tang kondusif untuk ngintip (karena menduga) jangan2 mas Alamendah yang kece mau mandi 🙂

  12. avatar embun777 embun777 berkata:

    Mudah2an cerita selanjutnya .. happy ending.
    karena mbaca sampai segitu .., penonton dibikin menduga duga…
    dan penasaran hadooh…!! kek sinetron nih.. jadinya… bersambung ! haa.haa..

  13. avatar Pakde Cholik Pakde Cholik berkata:

    Saya salut dengan sahabat2 yang hobby mendaki gunung, disaat teman2 yang lain asyik nonton film, ngeblog, FB, sms an dan happy lainnya.
    Hanya perlu selalu dijaga agar mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya sehingga pendakian selalu selamat,sehat dan sukses.

    Salam dari Pakde di Surabaya.

  14. avatar quinie quinie berkata:

    mumun kesurupan kah?

  15. avatar cantigi cantigi berkata:

    tipisnya oksigen dan kelelahan fisik bisa menimbulkan efek samping cukup banyak, halusinasi dst. menjaga ucapan atau tindakan utk seluruh tim itu perlu. hati2 musyrik selama beberapa hal msh bisa dijelaskan secara logis.
    aura puncak gunung itu emang luar biasa jika kita mengintepretasikan dg tepat, sy jg suka naik gunung kok.. ^_^
    jangan bosen2 naik gunung bro..

    • avatar alamendah alamendah berkata:

      @sakurata: he.. he…

      @embun777: sebebernya mau dilangsungkan tamat sekalian, tetapi takutnya terlalu panjang. Sorry, ya…

      @Pakde Cholik: waktu itu emang persiapanya rada kurang banget, Pakde. Makanya yang begini jangan ditiru!

      @quinie: ada apa dengan mumun?. entar aja, deh…

      @cantigi: kita selalu berfikir yang rasional, kok. tetapi kita tidak dapat menutup mata bahwa selain alam yang dihuni manusia masih ada alam lain yang bersifat ghaib.
      Keduanya salaing berdampingan.

Tinggalkan Balasan ke WANDI thok Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.