Saya teringat beberapa waktu yang lalu ketika masih aktif di ReKSAPALA, salah satu Perkumpulan Pecinta Alam yang kebetulan saya adalah salah satu pendirinya.
Pada tanggal-tanggal seperti ini, sudah sederet acara yang kita rancang. Terutama untuk mengisi acara liburan kenaikan kelas. Camping, lah. Mendaki puncak gunung ini dan itu, lah. Panjat tebing, lah. Tour, lah.; Dan seabrek kegitan lainnya.
Semua kegiatan yang kita kerjakan, selalu kita atas namakan “Pecinta alam”. Dengan memanggul rangsel besar dan matras, seakan kita pengen menunjukkan ke semua orang; Aku adalah seorang pecinta alam!!!. Bahkan namapundiembel-embeli dengan gelar S. Ag (Si Anak Gunung), SH (Sukane Hutan), dan lain-lain sebagainya.
Dan ini ternyata tidak hanya terjadi pada kelompok kami saja. Hampir setiap SMA mempunyai perkumpulan seperti ini. Kelompok anak-anak nongkrongpun banyak yang mendirikannya. Bahkan yang tidak mempunyai kelompokpun dengan bangga mengatakan dirinya Pecinta Alam free land.
Namun, di balik itu semua, kadang terbesit pertanyaan yang mengganjal dihati. Hanya di dalam hati. Betulkah kami ini “pecinta alam” bukan sekedar “penikmat alam”?.
Jalur pendakian menuju Puncak Argowiloso dan Abiyoso (di Gunung Muria) saja, pada saat terakhir kali saya menapakinya penuh berserakan bungkus-bungkus makanan kecil sampai dengan bungkus mi instan yang kesemuanya terbuat dari plastik. Jarang yang berusaha untuk membersihkannya, menambah jumlahnya, iya.
Bahkan jujur saja. Anggota kelompok saya yang setiap kali menjelang muncak selalu di wanti-wanti untuk membawa kantong plastik guna membawa sampah yang dibuatnya saja lebih sering mengeluarkan argumen klise; lupa.
Betulkah pecinta alam?. Ya, masih syukur tidak “bercinta di alam”!
Baca juga:
- Manusia, Khalifah Penjaga Kelestarian Alam
- Bercumbu dengan Alam
- Dampak Plastik Terhadap Lingkungan
- Mantanku, Semen, dan Air Di Sukolilo
- Kanguru Indonesia Di Papua
Anda dapat melihat daftar seluruh tulisan di: Daftar Catatan




bercinta di alam?. Bebas, gak?
wah… makin ekstrim, nih!
Akan tetapi bukankah dari rasa ingin menikmati maka akan timbul rasa mencintai? Walaupun cinta seperti itu tidak tulus, masih mending ketimbang dikuasai nafsu untuk menodai.
bercinta di alam??? emang sempet mikirn?? pecinta alam identik dengan naik gunung, tapi tidak semua yang naik gunung itu pecinta alam…bisa ga kita menjadi contoh??? setidaknya dari apa yg telah kita lakukan dapat menggugah hati mereka untuk melakukan hal yang sama dgn kita…jadi jgn cuman diwanti2 aja…kita yang harus memulai…
gimana???
Siapa tau niat awalnya emang untuk itu (bda)?. Tak sedikit lho yang datang ke gunung (alam) tetapi gak pernah tau keindahan gunung kecuali “gunung yang itu”. Saya hanya mewaspadai!
Wah…rupanya pengarung alam yah….
Mencinta alam memiliki makna yang dalam, umumnya manusia hanya sebatas menikmati alam.
Btw, hebat yah..baru 4 hari sudah puluhan komentar dan 800-an pengunjung.
Good luck.
thank’s. masih di bawah http://nusantaranews.wordpress.com/ kok!
benar memang banyak sekali orang-orang yang menyatakan dirinya pencinta alam tapi tidak bisa mengungkapkan rasa cintanya dengan melakukan hal-hal yang berguna untuk alam yang dicintainya. jadi mungkin sebaiknya kita mulai dengan diri sendiri terlebih dulu dengan melakukan sesuatu yang berguna bagi alam dan berharap semoga orang-orang yang berada disekeliling kita bisa melakukan hal yang sama.
btw, salam kenal ya saya kania, boleh kah kita bertukar link, saya lihat isi blog anda menarik dan mempunyai kesamaan pemikiran dengan saya mengenai alam.
Memang betul. Semua harus dimulai dari diri kita masing-masing. Tukar link = persatuan bloger, kenapa nggak?!
wew. Emang berat buanget kalo kita mengatasnamakan sebagai Pecinta Alam. coz menurut kelompok kami (Team BECAK=Bocah Seneng Muncak) yang juga sering melakukan pendakian saat liburan kuliah, hal itu sangatlah berat, walaupun kami juga berusaha untuk ikut membersihkan sampah2. Tapi berapa sih jumlah orang yang peduli dan yang tidak peduli ?
Salut buat Becak. Tapi terkadang nama membawa motivasi tersendiri buat pemakainya.
Only after the last tree has been cut down,
Only after the last river has been poisened
Only after the last fish has been caught
Only then will you find that money cannot be eaten
puisi suku india itu dalem, khususnya bwt yang ngaku PA.
hakekat seorang PA akan ilang ketika ga ada lagi “alam” buat “dicumbui”
tapi benernya bukan cuma ttg gaya hidup aja,
Hak atas lingkungan harus NEGARA penuhi! segera!!!
tapi yang pegang negara manusia juga kan?
Ping-balik: Bercumbulah dengan alam « Alamendah's Blog
Ping-balik: Blog Saya Ini « Alamendah's Blog
Ping-balik: Edelweis Bunga Abadi « Alamendah's Blog
Ping-balik: Gladian Nasional XIII « Alamendah's Blog
Ping-balik: Mengenal Bahaya Kemasan Plastik dan Kresek « Alamendah's Blog
wah rupanya anda pencinta alamya……
tukeran link yuk……….
Ping-balik: Alamku sayang alamku malang « Alamendah's Blog